Home » » Durhaka; Hidup Sengsara

Durhaka; Hidup Sengsara

Written By Unknown on Minggu, 25 Mei 2014 | 02.10



Diceritakan bahwa Rasulullah e bersabda, “Pada malam ketika aku diisra’kan aku melihat beberapa kaum yang bergelantungan pada dahan-dahan dari api. Aku bertanya, “Wahai Jibril, siapakah mereka itu?” Jibril menjawab, “Mereka adalah orang-orang yang mencaci ayah dan ibu mereka di dunia.”
Juga diceritakan bahwa shahabat Rasulullah e, Alqamah, adalah seseorang yang sangat taat kepada Allah I dalam shalat, puasa, dan sedekah. Suatu ketika ia ditimpa penyakit hingga kondisinya sangat parah. Lalu istrinya menemui Rasulullah untuk mengabarkan tentang keadaan suaminya. Rasullullah menyuruh Ammar dan Shuhaib serta Bilal untuk menuntun Alqamah membaca syahadat, tetapi anehnya lidah Alqamah kelu dan tidak bisa mengucapkannya.
Rasulullah e pun heran. Beliau lalu mencari ibunya yang sudah lanjut usia. Setelah ditanya oleh Rasullullah, ibunya menjawab, “Wahai Rasulullah, aku sedang marah kepadanya.” “Mengapa begitu?” lanjut Rasulullah. “Ia lebih mementingkan istrinya daripada aku dan ia durhaka kepadaku,” jawab sang ibu. Akhirnya Rasulullah e  bersabda, “Sesungguhnya kemarahan ibu Alqamah menjadi penghalang bagi lisan Alqamah untuk mengucapkan syahadat.” Lalu beliau bersabda kepada ibunya, “Demi Dzat yang jiwaku di tangan-Nya, Alqamah tidak akan mendapatkan manfaat dengan shalatnya, puasanya, dan sedekahnya jika kamu masih marah kepadanya.” Kemudian Nabi menakut-nakuti ibu Alqamah dengan mengumpulkan kayu bakar untuk membakar anaknya sebagai gambaran siksa anaknya di neraka. Melihat hal itu, ibunya pun tak tega, merasa iba dan berkata, “Wahai Rasulullah, aku mempersaksikan kepada Allah Ta’ala, para malaikat, dan semuanya, kaum Muslimin yang hadir bahwa aku kini telah rida kepada anakku, Alqamah.”
Hikmah dari kisah di atas, sesungguhnya kemarahan seorang ibu Alqamah menghalanginya untuk mengucapkan syahadat dan ketidakridaan sang ibu membuat lisannya tidak mampu mengucapkannya. Barang siapa yang durhaka kepada orang tua atau lebih mementingkan sesuatu dibandingkan ibunya, maka ia mendapatkan laknat dari Allah, para malaikat, dan semua manusia hingga dilempar ke neraka jahanam. Allah tidak akan menerima pengganti atau penebus kecuali ia bertaubat kepada Allah dan berbuat baik kepadanya serta memohon keridaannya. Karena keridaan Allah ada pada keridaannya dan murka Allah ada pada murkanya.”
                Firman Allah dalam al-Quran, “Dan Tuhanmu telah memerintahkan supaya kamu jangan menyembah selain Dia dan hendaklah kamu berbuat baik pada ibu bapakmu dengan sebaik-baiknya. Jika salah seorang di antara keduanya atau kedua-duanya sampai berumur lanjut dalam pemeliharaanmu maka sekali-kali janganlah kamu mengatakan kepada keduanya perkataan "ah" dan janganlah kamu membentak mereka dan ucapkanlah kepada mereka perkataan yang mulia.” (QS. al-Isra’, 23)
Ayat inilah yang digunakan sebagai dalil al-Quran untuk berbakti kepada orang tua (ibu dan ayah). Walaupun orang tua beragama  non-Muslim, tetap saja anak harus taat atas apa yang diperintahkannya selagi bukan dalam ranah kemaksiatan.
Dalam ayat di atas terdapat kalimat Jangan mengatakan Ah, artinya, janganlah berkata-kata kasar kepada keduanya sampai mereka berumur lanjut. Di samping itu, wajib bagi seorang anak untuk berbakti (memberikan pengabdian) kepada mereka sebagaimana mereka berdua telah berbakti kepada anaknya. Bahkan, bentuk bakti orang tua kepada anak justru lebih tinggi dari pada kebaktian anak kepada orang tuanya, karena sampai kapan pun jasa orang tua tidak akan pernah bisa dibalas.
Dalam Shahîh Bukhari dan Shahîh Muslim diriwayatkan bahwa Rasulullah e bersabda, “Maukah aku beritahu kalian tentang dosa besar yang paling besar? Yakni menyekutukan Allah dan durhaka kepada kedua orang tua.”
Durhaka kepada orang tua merupakan dosa yang paling besar. Berada di urutan kedua setelah dosa syirik kepada Allah, pantaslah jika orang yang durhaka kepada orang tua akan mengalami kesengsaraan dalam menjalani roda kehidupan.
Sejatinya segala perbuatan dosa yang dilakukan oleh manusia akan mendapatkan balasan siksa di hari kiamat setelah mereka  tidak bernyawa. Beda halnya dengan perbuatan dosa yang berupa durhaka kepada orang tua, karena Allah akan menyegerakan siksanya di dunia sebelum dia meninggal. Yakni hukumannya akan diberikan di dunia sebelum hari kiamat, membuat si pelaku yang durhaka kepada orang tua, akan menjalani hidup sengsara.
Yazid Bustomi/Tauiyah

0 komentar :

Posting Komentar